Tindakan kekerasan adalah tindakan fisik yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja terhadap seseorang yang dapat menyebabkan cedera, depresi, kerugian psikologis, atau bahkan kematian. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, kekerasan terhadap anak mencakup semua bentuk perlakuan yang tidak pantas baik secara fisik, emosional, seksual, penelantaran, atau eksploitasi yang dapat membahayakan kesehatan, perkembangan, atau harga diri anak, termasuk perlakuan yang merendahkan martabat anak.
Menurut definisi ini, kekerasan anak dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kekerasan emosional atau psikis. Kekerasan fisik adalah jenis kekerasan yang kemungkinan besar terjadi terhadap anak. Kekerasan fisik termasuk ketika seseorang menggunakan bagian tubuh atau objek yang dapat membahayakan seorang anak atau mengontrol kegiatan atau tindakan anak. Kekerasan fisik dapat berupa mendorong, menarik, menedang, menggigit, menonjok, membakar, melukai dengan benda, dan pembunuhan. Selain itu, kekerasan terhadap anak dapat dilihat dari perspektif perlindungan anak.
Baca Artikel Lainnya: Pasal Kekerasan dalam Rumah Tangga yang Perlu Dipahami
LARANGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK
Larangan melakukan kekerasan terhadap anak diatur dalam Pasal 76C
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014: ‗‘Setiap orang dilarang menempatkan,
membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan
terhadap anak.’’ Dengan demikian, pelaku kekerasan terhadap anak yang melanggar
ketentuan Pasal 76C dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal
80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, sebagai berikut:
Pasal 80
- Setiap orang yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)
- Dalam hal anak tersebut luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
- Dalam hal anak tersebut mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
- Pidana ditambah sepertiga apabila yang melakukan penganiayaan terhadap anak tersebut adalah orang tuanya.
Oleh karena itu, dengan banyaknya kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia maka Pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak. Perlindungan anak didefinisikan sebagai upaya untuk mencegah, memperbaiki, dan mendorong anak agar terbebas dari ekspliotasi, penelantaran, atau perlakuan yang tidak pantas terhadap anak. Banyak upaya ini bertujuan untuk memastikan bahwa anak tetap hidup dan berkembang secara normal dalam hal fisik, mental, dan sosial.
Bab Larangan UU Perlindungan Anak mengandung konten baru yang tidak ada sebelumnya dalam UU Perlindungan Anak. 10 (sepuluh) larangan diterapkan pada setiap orang, dengan ketentuan berikut:
- Pasal 76A.
Setiap orang dilarang:
- memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami
kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau
- memperlakukan anak penyandang disabilitas secara diskriminatif.
- Pasal 76B.
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh
melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran.
- Pasal 76C.
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
- Pasal 76D.
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
- Pasal 76E.
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
- Pasal 76F.
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau
perdagangan anak.
- Pasal 76G.
Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak untuk menikmati budayanya sendiri,
mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya dan/atau menggunakan bahasanya
sendiri tanpa mengabaikan akses pembangunan masyarakat dan budaya.
- Pasal 76H.
Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer
dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.
- Pasal 76I.
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual
terhadap anak.
10.Pasal 76J.
- a) Setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan
distribusi narkotika dan/atau psikotropika.
- b) Setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya.
Selain itu, UU Perubahan UU Perlindungan Anak menetapkan bahwa orang yang melakukan pelanggaran terhadap anak harus dikenakan sanksi pidana dan denda yang berat. Tujuannya adalah untuk memberikan efek jera dan mendorong tindakan konkret untuk memulihkan kembali anak-anak korban dan pelaku 15 kejahatan. Ini harus dilakukan untuk mencegah anak-anak yang menjadi korban kekerasan atau pelaku kejahatan menjadi pelaku yang sama di kemudian hari. Selain itu, undang-undang ini mengatur pemberatan sanksi bagi pelaku kejahatan terhadap orang yang masih memiliki hubungan kekeluargaan atau kerabat (orang tua atau wali, pengasuh anak, pendidik atau tenaga kependidikan, serta korporasi).
KEWAJIBAN NEGARA DAN PEMERINTAH TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK
Koordinasi kerja sama kegiatan perlindungan anak perlu dilakukan dalam rangka mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan. Kewajiban dan tanggungjawab Negara dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 yaitu:
- Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,
- Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak (Pasal 22);
- Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan kesejahteraan dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap Anak. (Pasal 23);
- Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin Anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan Anak (Pasal 24).
- Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat terhadap Perlindungan Anak melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan pemerhati Anak, dilaksanakan melalui kegiatan peran Masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak. (Pasal 25).