Pencurian adalah tindakan pidana yang bisa diberikan sanksi oleh hukum. Namun, bagaimana pencurian dalam keluarga. Untuk masyarakat awam mungkin akan sulit memutuskan. Untuk memproses kasus secara hukum atau tidak. 

Jika yang melakukan pencurian adalah keluarga sendiri. Selain itu, karena adanya hubungan kekeluargaan. Ada kekhawatiran, jika ada dasar hukum yang kuat dan dapat mendukung laporan serta proses hukum. 

Namun, ternyata ada dasar hukum yang kuat untuk tindakan ini. Masyarakat secara luas perlu mengetahuinya. 

Definisi Tindak Pencurian Dalam Keluarga 

Sebelum membahas dasar hukum yang mengurus proses hukum tindak pidana ini. Ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tindak pencurian yang dilakukan dalam keluarga itu sendiri. 

Karena walaupun sama-sama pencurian, di mata hukum. Tindak pencurian biasa dan tindak pencurian yang dilakukan oleh anggota keluarga. Merupakan dua kasus berbeda dengan dasar hukum yang berbeda pula. 

Dalam bahasa hukum kriminal, pencurian didefinisikan sebagai tindakan mengambil barang atau properti milik orang lain. Pengambilan ini dilakukan tanpa izin sah dari pemilik. Bentuk dari pencurian ini terkadang digunakan untuk merujuk kejahatan lain. 

Misalnya saja, penggelapan uang, perampokan, penipuan, bisnis bodong, penjarahan, dan berbagai tindak kriminal yang sifatnya mengambil. Untuk tindakannya sendiri disebut ‘mencuri’. Sedangkan orang yang melakukannya adalah ‘Pencuri’. 

Bagaimana dengan pencurian yang dilakukan oleh anggota keluarga?. Definisi dari tindak kriminal ini sudah dirumuskan di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

Pencurian ini lebih spesifik dilakukan oleh keluarga atau orang yang masih memiliki hubungan darah dan ikatan persaudaraan dari korban. Karena itu, disebut juga sebagai pencurian dalam kalangan keluarga. 

Dasar Hukum untuk Pencurian di Kalangan Keluarga 

Seperti yang disebutkan sebelumnya, ternyata memang ada dasar hukum yang bisa digunakan untuk melaporkan pencurian dalam keluarga. Hukum tersebut adalah KUHP Pasal 367 ayat (2). 

Dalam kitab tersebut disebutkan, jika ada anggota keluarga, sanak saudara, yang membantu atau melakukan tindak pencurian. Maka, korban dapat membuat delik aduan atas orang yang melakukan pencurian tersebut. 

Dari peraturan undang-undang diatas bisa disimpulkan. Bahwa pencurian yang dilakukan dari kalangan keluarga, memang bisa dikenakan tuntutan dan diproses secara hukum. Namun, hanya bisa dimulai jika ada aduan dari pihak yang dirugikan atau korban. 

Kasus seperti ini yang disebut sebagai delik aduan. Merupakan kasus hukum yang hanya bisa diproses jika korban memutuskan untuk memprosesnya. 

Lebih Jauh Tentang Delik Aduan 

Delik aduan atau dalam pembahasan ini adalah pencurian dari kalangan keluarga merupakan proses hukum yang sangat spesifik. Beberapa kasus dan proses hukum bisa dijalankan, tanpa persetujuan korban atau mungkin laporan dari selain korban. 

Namun, pada kasus delik aduan hanya bisa diproses, jika orang yang dirugikan atau menjadi korbanlah yang mengajukan laporan. Penuntutan delik aduan sangat bergantung pada persetujuan korban. 

Sebagai orang yang menentukan jalannya proses hukum, korban memiliki hak untuk melanjutkan tuntutan hukumnya atau mencabut laporannya. Karena itu, dalam kasus yang bersifat delik aduan bisa dilakukan penyelesaian secara musyawarah. 

Begitu pula dalam kasus pencurian dalam keluarga. Misalnya, pihak keluarga yang menjadi pelaku sudah melakukan suatu penyelesaian dengan korban yang juga merupakan keluarganya. Laporan dan proses hukum bisa dihentikan. 

Namun, pencabutan laporan ini tidak bisa dilakukan sewaktu-waktu. Pencabutan delik aduan diatur dalam KUHP Pasal 75. Pencabutan laporan dalam delik aduan dapat dilakukan setidaknya, 3 bulan setelah pengaduan diajukan oleh korban. 

Bedanya Pencurian Biasa dan Pencurian Dalam Keluarga 

Ada beberapa aspek yang membuat pencurian dari kalangan keluarga ini lebih khusus dari pencurian biasa. Berikut adalah beberapa aspek yang membedakan kedua tindak kejahatan ini:

1. Pelaku yang Melakukan Kejahatan 

Perbedaan mendasar dari kedua jenis pencurian ini adalah pelaku yang melakukan kejahatan. Pelaku yang melakukan kejahatan di pencurian biasa, merupakan penjahat biasa yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan korban. 

Sedangkan pencurian dari kalangan keluarga, korban dan pelaku masih memiliki hubungan keluarga. 

2. Dasar Hukum yang Digunakan 

Walaupun sama-sama menggunakan KUHP sebagai dasar hukum untuk melanjutkan proses hukum. Namun, ayat yang digunakan berbeda dalam pencurian biasa bisa dikenakan beberapa pasal mulai dari pasal 363 sampai dengan 365. 

Pencurian dari kalangan keluarga secara spesifik diatur dalam pasal 367. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. 

3. Proses Hukum yang Berjalan 

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pencurian dari kalangan keluarga merupakan delik aduan. Artinya, proses hukum hanya bisa berjalan jika dilaporkan dari pihak yang dirugikan. 

Pada pencurian biasa, laporan bisa berasal dari berbagai sumber. Bahkan, dari saksi yang tidak menjadi orang yang dirugikan. 

Itulah informasi mengenai tindak pencurian dalam keluarga. Jadi, walaupun pencurian dilakukan oleh keluarga sendiri. Tetap bisa diproses oleh hukum dengan peraturan yang lebih spesifik dari tindak pencurian biasa. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *