“Bisakah menolak hutang orang tua yang diwariskan? pertanyaan ini sering kali muncul dikalangan masyarakat. Karena status pinjaman/hutang ini terkadang ada yang diketahui dan disetujui keluarganya dan ada yang tidak diketahui keluarganya. Segala bentuk pinjaman ini baik yang diketahui dan disetujui keluarga dan atau yang tidak diketahui semasa pewaris hidup wajib dilunasi. Sering terjadi masalah hukum di kemudian hari setelah pewaris meninggal dunia dengan meninggalkan beban berupa hutang piutang dan atau nazar atau janji yang belum dilaksanakan/ditunaikan.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai apakah bisa ahli waris menolak hutang pewaris. Perlu dibahas mengenai apa yang dimaksud dengan Pewaris dan Ahli Waris. Beberapa pendapat ahli yang menyatakan pewaris itu adalah “orang yang meninggal dunia dan mempunyai harta peninggalan.” Selain itu, masih banyak pendapat ahli tentang pewaris, hal ini berkaitan adanya hak-hak dan/atau sejumlah kewajiban kepada ahli warisnya.
Sedangkan Ahli Waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, secara garis besar terdapat dua kelompok yang layak dan berhak disebut sebagai ahli waris. Kelompok pertama adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan pasangan kawin (suami/istri) yang hidup terlama dengan pewaris sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kelompok kedua adalah orang-orang yang ditunjuk oleh pewaris dalam surat wasiat (testament) ketika pewaris masih hidup, bisa mereka yang mempunyai hubungan keluarga dengan pewaris baik sah maupun luar kawin, atau pasangan kawin (suami/istri) pewaris yang hidup terlama dengan pewaris, atau bisa juga orang lain, dan mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan utang pewaris, hak, dan kewajiban tersebut timbulnya setelah pewaris meninggal dunia sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 954 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ahli waris dengan pewaris mempunyai hubungan hukum yang sangat kuat di mata hukum. Semasa hidupnya seseorang pasti mempunyai pasangan hidup, keturunan dan atau harta, hutang piutang dan atau nazar/janji yang belum dilaksanakan atau belum ditunaikan. Untuk itu perlu diketahui bagaimana status pewaris dan ahli waris terhadap sebuah hutang.
Bagaimana Status Hutang Orang Tua yang Diwariskan?

Pada dasarnya Ahli waris tidak memiliki kewajiban membayar hutang dan beban harta-harta peninggalan melebihi dari nilai harta peninggalan pewaris. Lalu bagaimana dengan utang pewaris atau warisan utang? Utang pewaris harus ditanggung oleh para ahli waris yang menerima warisan. Hal ini diatur dalam Pasal 1100 KUHPerdata yang berbunyi:
Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu.
Misalnya A, B, dan C mendapatkan 20%, 30%, dan 50% dari warisan pewaris, maka A, B, dan C harus membayar utang pewaris dengan perbandingan 20%, 30% dan 50%.
Bisakah Menolak Hutang Orang Tua yang Diwariskan?

Lalu bisakah ahli waris menolak hutang orangtua yang diwariskan? Menolak hutang yang diwariskan orangtua merupakan salah satu hak ahli waris. Dalam hukum perdata indonesia diketahui terdapat hak-hak yang dimiliki oleh ahli waris terhdap sebuah warisan yaitu “hak berpikir” yang diatur dalam Pasal 1023 KUH Perdata:
Barangsiapa memperoleh hak atas suatu warisan dan sekiranya ingin menyelidiki keadaan harta peninggalan itu, agar dapat mempertimbangkan yang terbaik bagi kepentingan mereka, apakah menerima secara murni, ataukah menerima dengan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan itu, ataukah menolaknya, mempunyai hak untuk berpikir, dan harus memberikan pernyataan mengenai hal itu pada kepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka; pernyataan itu harus didaftarkan dalam daftar yang disediakan untuk itu.
Adapun berhubungan dengan pasal di atas bahwa ahli waris dapat menerima warisan tersebut dengan “hak istimewa”, yang dimaksud dengan “hak istimewa” ini yang diatur dalam Pasal 1032 KUH Perdata:
1. bahwa ahli waris itu tidak wajib membayar utang-utang dan beban-beban harta peninggalan itu lebih daripada jumlah harga barang-barang yang termasuk warisan itu, dan bahkan bahwa ia dapat membebaskan diri dari pembayaran itu, dengan menyerahkan semua barang-barang yang termasuk harta peninggalan itu kepada penguasaan para kreditur dan penerima hibah wasiat; dan
2. bahwa barang-barang para ahli waris sendiri tidak dicampur dengan barang-barang harta peninggalan itu, dan bahwa dia tetap berhak menagih piutang-piutangnya sendiri dari harta peninggalan itu.
Bahwa ahli waris itu tidak wajib atau berhak untuk menolak hutang dan beban-beban harta peninggalan itu Iebih daripada jumlah harga barang-barang yang termasuk warisan itu, dan bahkan bahwa ia dapat membebaskan diri atau menolak hutang dari pembayaran warisan hutang itu secara penuh, dengan menyerahkan semua barang-barang yang termasuk harta peninggalan itu kepada penguasaan para kreditur dan penerima hibah wasiat.